Riset, Kebudayaan, dan Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0
gambar-post Riset, Kebudayaan, dan Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0
Oleh: Supadiyanto, M.I.Kom. Dosen Tetap Prodi S1 Ilmu Komunikasi STIKOM Yogyakarta dan Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Sleman.

Revolusi Industri 4.0 menuntut semua negara harus menerapkan teknologi secara massal dalam berbagai sektor kehidupan. Tanpa mengadopsi teknologi terkini (digital), dipastikan peradaban sebuah bangsa terkucilkan dan tersingkirkan. Padahal investasi bidang teknologi, sangat membutuhkan kapital besar (padat modal) dan Sumber Daya Manusia (SDM) terampil dan profesional. Kehadiran SDM bermutu tinggi menjadi kebutuhan zaman. Sektor pendidikan memegang kendali dalam menciptakan SDM unggul, tangguh, terampil, dan profesional.

Kita harus jujur mengakui bahwa bangsa ini menghadapi masalah besar bidang pendidikan hingga sekarang. Mari kita tilik datanya. Jumlah anak putus sekolah sebanyak 187.824 siswa (SD-SMA/K). Jumlah pengangguran nasional sebanyak 7.000.691 orang. Terdiri atas 950.533 Sarjana dan Ahlimadya, dan 6.050.158 lulusan SD, SMP, SMA, dan tak pernah sekolah. Jumlah penduduk yang tergolong miskin di Indonesia hingga September 2018 sebesar 25.674.580 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2018).

Berdasarkan Bank Dunia (World Bank, 2018), Indeks Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI) Indonesia sebesar 0,53 atau peringkat ke-87 dari 157 negara. HCI tertinggi kini masih diraih Singapura (nilai HCI sebesar 0,88). Disusul Jepang dan Korea Selatan dengan HCI masing-masing sebesar 0,84. Kualitas HCI Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Vietnam (0,67), Malaysia (0,62), Thailand (0,60), dan Filipina (0,55). Meski begitu HCI Indonesia unggul jika disandingkan dengan negara tetangga seperti Kamboja (0,49), dan Bangladesh (0,47). Data terbarunya pada tahun 2022, dinamikanya lebih dramatis lagi.

Fakta-fakta sosial di atas membuktikan bahwa kualitas SDM negeri ini masih kalah jauh jika dibandingkan dengan negara lain. Untuk itu, pembangunan SDM menjadi prioritas utama yang harus dilakukan pemerintah untuk memajukan peradaban dan kebudayaan bangsa ini.

Kabar menggembirakan, karena Pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin melalui Kementerian Keuangan RI telah menyiapkan dana investasi cukup besar khusus untuk program peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan tahun 2022 ini. Komitmen ini sebagai bukti nyata untuk mewujudkan SDM yang berkualitas tinggi (cerdas dan terampil) dan sehat. Selama 3 tahun terakhir masa pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, pembangunan nasional lebih dititikberatkan pada pembangunan sektor infrastruktur dan pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Akibatnya pembangunan sektor SDM agak tersisihkan. Memang antara pembangunan infrastruktur dan SDM dapat saling mendukung satu sama lain. Kehadiran gedung-gedung sekolah dan kampus yang memadai dapat meningkatkan kualitas SDM yang dihasilkan, karena mendukung proses belajar mengajar di dalam sekolah dan kampus menjadi lebih nyaman dan kondusif.

Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan di Kemdikbud RI, misalnya pada tahun 2017/2018 menunjukkan sebanyak 214.409 gedung sekolah (SD, SMP, SMA/K) yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dari ratusan ribu gedung sekolah tersebut, hanya memiliki 144.293 perpustakaan sekolah. Artinya, ada 70.116 sekolah yang tidak memiliki perpustakaan. Mirisnya lagi, dari 114.293 perpustakaan sekolah yang ada, ternyata 5.529 buah perpustakaan dalam kondisi rusak total; dan 6.326 buah perpustakaan dalam status rusak berat. Belum lagi masih banyak dijumpai kondisi gedung sekolah yang perlu dilakukan renovasi segera.

Pembangunan infrastruktur dalam bidang pendidikan, sangat layak menjadi prioritas dalam ranah kebijakan berbangsa dan bernegara. Kebijakan tersebut mendesak ditempuh untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang memadai. Karena sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 C ayat 1: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1-2 juga menyatakan bahwa: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.  
Pembangunan nasional bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi perintah Undang-Undang Dasar 1945 yang harus selalu dikedepankan pemerintah (siapapun yang berkuasa). Peningkatan kualitas SDM menjadi kunci utama dalam memenangkan kompetisi antar bangsa di era Revolusi Industri 4.0. Tantangan berat dalam dunia pendidikan menghadapi Revolusi Industri 4.0 harus dihadapi dengan komitmen dan perjuangan dari segenap lapisan masyarakat.

Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan dominannya penggunaan teknologi kekinian dalam berbagai bidang kehidupan. Kecerdasan buatan (artificial inteleligence), analisis data besar (big data analitycs), sistem keamanan siber (cyber security system), Internet untuk segalanya (Internet of Things), pemrograman dan pengkodean (programming and coding), pembelajaran berbasis pada mesin (machine learning), serta kebijakan digital dan penghitungan rumit dengan komputer (digital policy and cloud computing) menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan lagi.

Secara stastistik, Indonesia memiliki SDM bidang pendidikan dalam jumlah besar. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, jumlah penduduk Indonesia mencapai 261.142.385 jiwa. Terdapat sebanyak 45.295.001 pelajar SD, SMP, SMA/K serta 2.713.617 guru (SD, SMP, SMA/K). Di samping itu, masih ada 2.637.160 mahasiswa dan 165.739 dosen. Secara infrastruktur pendidikan, Indonesia memiliki 148.244 gedung SD, 38.960 gedung SMP, 13.495 gedung SMA, 13.710 gedung SMK, dan 4.706 gedung Perguruan Tinggi (terdiri 1.052 Akademi; 284 Politeknik; 2.552 Sekolah Tinggi; 222 Institut; dan 596 Universitas).

Dengan kekuatan tersebut, sejatinya bangsa ini memiliki potensi dahsyat untuk meningkatkan kualitas SDM di Indonesia melalui jalur pendidikan. Hanya saja, kesadaran dan komitmen kolegial untuk meningkatkan mutu SDM sangat dibutuhkan dari berbagai kalangan mulai dari pemegang kebijakan bidang pendidikan (menteri, kepala dinas, rektor, dekan, ketua program studi, pengawas sekolah, dan kepala sekolah), guru, dosen, pelajar, mahasiswa, dan peneliti.

Satu tantangan besar yang harus segera dijawab para pelajar, guru, mahasiswa, dosen, dan peneliti di Indonesia adalah meningkatkan produktivitas hasil penelitian. Sebab, tradisi meneliti belum menjadi budaya kuat dalam dunia pendidikan di Indonesia. Berdasarkan pemeringkatan negara-negara yang produktif dalam mempublikasikan hasil penelitian (lihat: www.scimagojr.com); ternyata Indonesia hanya mampu menduduki peringkat ke-52 dari 239 negara sedunia. Sebab jumlah dokumen yang dipublikasi hanya sebanyak 75.220 buah (72.1465 dilakukan sitasi dokumen). Peringkat Indonesia jauh berada di bawah negara-negara ASEAN lain seperti Thailand (peringkat ke-42), Malaysia (peringkat ke-34), Singapura (peringkat ke-32). Peringkat 1-5 diduduki: Amerika Serikat, China, Inggris, Jerman, dan Jepang.

Tradisi riset tentunya bakal menggairahkan sektor bisnis (industri). Sebab Revolusi Industri 4.0 sangat bergantung kuat pada implementasi dan pengembangan hasil-hasil penelitian terkini. Pendidikan secara langsung menciptakan SDM yang berkualitas untuk menghadapi tantangan berat di era Revolusi Industri 4.0 yang sangat didominasi penggunaan teknologi siber, robot, dan digital.

Penghargaan profesi yang berhubungan dengan pendidikan harus ditingkatkan lebih tinggi lagi. Kesejahteraan para guru, dosen, dan peneliti di Tanah Air yang selama ini belum terjamin kesejahteraannya harus segera terpenuhi. Bandingkan gaji peneliti Amerika Serikat sampai Rp 90 juta per bulan. Bahkan profesor riset di Jepang mendapatkan gaji bulanan sebesar Rp 600 juta. Semakin banyaknya dosen dan peneliti Indonesia yang lebih memilih berkarir di luar negeri, karena alasan kesejahteraan menjadi tantangan yang harus diselesaikan oleh para pemegang kebijakan.

Momentum Pemilu 2024, yang tinggal 2 tahun lagi, menjadi momentum emas bagi kebangkitan nasional. Terutama dalam bidang pendidikan. Pilihkan calon pemimpin mulai dari tingkat pusat sampai daerah, mulai dari calon presiden-calon wakil presiden, calon anggota legislatif (DPRD, DPRD RI, dan DPD RI) yang benar-benar memiliki komitmen kuat dalam memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Karena kemajuan dunia pendidikan menjadi pintu gerbang untuk memajukan peradaban dan kebudayaan bangsa di era Revolusi Industri 4.0. (*)

*) Supadiyanto, M.I.Kom. Dosen Tetap Prodi S1 Ilmu Komunikasi STIKOM Yogyakarta dan Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Sleman.


Bagikan postingan

Komentar

Belum ada komentar, jadilah yang pertama.