Pemerintah daerah DIY mendapatkan alokasi anggaran dana keistimewaan (Danais) DIY dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 1,42 triliun pada tahun 2023. Besarnya nominal dana keistimewaan DIY selalu mengalami kenaikan signifikan dari tahun 2013 sampai 2023. Namun praktiknya, ternyata serapan atau realisasi Danais DIY tidak optimal. Pada tahun 2021 saja, Pemerintah Daerah DIY mengembalikan sekitar Rp 41 miliar ke kas negara, karena tidak dipakai sampai akhir tahun anggaran 2021. Tentu saja, hal tersebut sangat disayangkan jika sampai Dana Keistimewaan DIY sebagian hangus, tidak mampu terserap sepenuhnya.
Secara regulatif, selama ini Danais DIY hanya dapat diperuntukkan untuk lima kepentingan saja yaitu: tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur DIY; kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. Hal tersebut merujuk pada Undang-Undang RI No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY khusus Pasal 7 ayat 2.
Regulasi turunannya yaitu Peraturan Daerah Istimewa DIY No. 1/2013 tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan DIY; Peraturan Daerah Istimewa DIY No.1/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Istimewa DIY No. 1/2013 tentang Kewenangan dalam Urusan Keistimewaan DIY; Peraturan Daerah Istimewa DIY No. 3/2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan, dan Peraturan Gubernur DIY No. 100/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Keuangan Khusus Dana Keistimewaan kepada Pemerintah Kalurahan.
Pertanyaannya, mungkinkah Danais DIY juga dapat diperuntukkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di DIY? Menurut gagasan penulis, hal tersebut sangat mungkin dilakukan oleh para pengelola lembaga pendidikan mulai dari dinas pendidikan kabupaten/kota se-DIY, Dewan Pendidikan kabupaten/kota se-DIY, lembaga pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA/K, sampai perguruan tinggi se-DIY dapat mengakses dana keistimewaan DIY tersebut.
Pertama, pintu masuknya melalui kebudayaan tersebut. Kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya sehingga menjadi pedoman tingkah lakunya (Kamus Besar Bahasa Indonesia versi Online, 2023). Dalam Peraturan Daerah Istimewa DIY No. 3/2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan Pasal 1 ayat 1, kebudayaan dimaknai sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya melalui proses belajar yang mengakar di masyarakat DIY. Melalui definisi kedua ini, esensi pendidikan bisa masuk dalam konteks kebudayaan. Bahwa pendidikan merupakan proses belajar dan mengajar yang di dalamnya melibatkan cipta (ide-akal), rasa (hati-jiwa), dan karsa (sikap-perilaku-kehendak) yang muaranya pada luaran karya manusia berupa intelektualitas dan kesadaran diri. Konektivitas inilah yang menghubungkan antara kebudayaan dan pendidikan, di mana kemudian pendidikan bisa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan itu sendiri. Bahwa untuk menghasilkan kebudayaan, manusia harus melalui proses pendidikan; baik pendidikan yang didapatkan secara formal, informal, maupun nonformal.
Kedua, adanya kurikulum yang sekarang berlaku yakni Kurikulum Merdeka pada tingkat lembaga pendidikan TK, SD, SMP, hingga SMA/K menggantikan Kurikulum 2013; dan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka pada tingkat Perguruan Tinggi; di mana esensi dari model kurikulum di atas menargetkan adanya luaran hasil kerjasama dengan pihak Industri, Dunia Usaha, dan Dunia Kerja (IDUKA). Pada Kurikulum Merdeka, target yang diharapkan yakni terwujudnya profil pelajar Pancasila melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Bahwasannya pada masing-masing Kabupaten/Kota se-DIY terdapat beragam potensi lokal berupa: museum, situs, budaya lokal, kearifan lokal, dan hasil karya misalnya kerajinan tangan; kuliner lokal, permainan tradisional, dan sebagainya yang memiliki kekhasan kelokalitasan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Potensi lokal tersebut dapat disinergikan sebagai bagian dari kurikulum dan dijadikan bahan untuk luaran terpadu berbagai mata pelajaran atau mata kuliah di berbagai Lembaga Pendidikan. Di mana hal tersebut bisa disinergikan dengan Kurikulum Merdeka dan juga Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang sudah diimplementasikan pada berbagai lembaga pendidikan dasar, menengah, atas, dan tinggi se-DIY.
Jika dibedah lagi, masih banyak dijumpai problematika yang menelikung dunia pendidikan di DIY. Antara lain: masalah masih tingginya anak putus sekolah atau tidak sekolah; ketimpangan fasilitas sarana dan prasarana dunia pendidikan terutama antara di kota maupun kabupaten, masalah kesejahteraan guru dan dosen; masalah kenaikan pangkat berkala para guru dan dosen; dan masalah serius lainnya.
Adanya masalah kesenjangan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di Kota Yogyakarta dan 4 kabupaten lain (Sleman, Bantul, Gunungkidul, serta Kulonprogo); salah satunya dapat diatasi dengan penyediaan akses komputer, laptop, dan atau notepad. Kondisi lembaga pendidikan negeri saat ini sudah relatif terpenuhi standar mutu pendidikan, namun banyak sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan di pedesaan yang membutuhkan perhatian khusus. Untuk itu, dana keistimewaan DIY untuk membangun infrastruktur dan memberikan fasilitasi seperti laptop maupun komputer untuk sekolah-sekolah yang memiliki keterbatasan finansial, menjadi solusi cerdas untuk segera dilakukan. Mengingat saat ini segala bentuk ujian, penerimaan siswa baru, dan lain sebagainya sudah berbasis online dengan menggunakan komputer atau laptop.
Berdasarkan hasil observasi penulis di berbagai sekolah di Kabupaten Sleman misalnya, tidak semua sekolah memiliki fasilitas ruang komputer atau laptop yang memadai. Padahal gawai tersebut sudah menjadi kebutuhan penting saat ini untuk meningkatkan performa dan mutu pendidikan di DIY. Untuk itu, butuh regulasi turunan di tingkat daerah yang bisa menjadi panduan operasional bagi seluruh Lembaga pendidikan di DIY untuk mengakses Danais DIY.
Hadirnya Peraturan Daerah Istimewa DIY tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kultur Kejogjaan di DIY, di mana salah satu klausulnya memberikan akses untuk melakukan penguatan mutu pendidikan di DIY melalui Danais DIY menjadi langkah taktis dan strategis sehingga berbagai masalah dunia pendidikan dapat segera teratasi.
Supadiyanto, S.Sos.I., M.I.Kom., Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Sleman Periode 2020-2025, Sekretaris Umum Forum Komunikasi Dewan Pendidikan (FORKOM DEWANDIK) Kabupaten/Kota se-DIY, Pembantu Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Yogyakarta
NB: Artikel ini pernah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Pada Rubrik Opini edisi 13 Juni 2023.
Bagikan postingan
Komentar